Memahami Risiko Bias (Risk of Bisk) untuk Study RCT Menurut Cochrane
Risk of bias (risiko bias) adalah evaluasi sistematis terhadap potensi distorsi atau kesalahan sistematis dalam desain, pelaksanaan, atau pelaporan dari suatu penelitian atau uji klinis. Dalam konteks penelitian ilmiah, istilah “risk of bias” digunakan untuk menilai sejauh mana suatu studi dapat dipercaya dalam menghasilkan temuan yang dapat diandalkan.
Evaluasi risk of bias membantu para peneliti, pembaca, dan penilai studi untuk memahami sejauh mana hasil penelitian mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat memutarbalikkan atau mempengaruhi validitas hasil. Hal ini penting untuk mempertimbangkan keabsahan suatu studi ketika menggunakan atau mengandalkan temuan tersebut dalam konteks ilmiah atau klinis.
1. Random sequence generation
Random sequence generation (generasi urutan acak) adalah suatu prosedur yang digunakan dalam penelitian ilmiah, terutama dalam desain uji klinis, untuk secara acak menetapkan subjek atau peserta studi ke berbagai kelompok perlakuan atau kondisi. Tujuan dari random sequence generation adalah untuk memastikan bahwa alokasi peserta ke kelompok-kelompok tersebut tidak terpengaruh oleh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil studi.
Prosedur ini penting untuk menghindari bias yang dapat muncul jika peserta diberi alokasi ke kelompok perlakuan atau kontrol secara non-acak atau berdasarkan karakteristik tertentu. Dengan kata lain, random sequence generation membantu memastikan bahwa setiap peserta memiliki kesempatan yang sama untuk dimasukkan ke dalam kelompok perlakuan atau kontrol.
Random sequence generation dapat dilakukan menggunakan berbagai metode, termasuk:
- Pengacakan Komputer: Menggunakan perangkat lunak atau program komputer yang dirancang khusus untuk menghasilkan urutan acak.
- Kartu Tertutup atau Amplop Tertutup: Peserta diberi nomor atau label yang diacak dan kemudian dipilih secara acak oleh peneliti atau petugas yang tidak terlibat dalam alokasi peserta.
- Pengacakan Blok: Peserta diacak dalam blok-blok kecil, memastikan bahwa setiap kelompok memiliki jumlah peserta yang relatif seragam.
- Tabel Randomisasi: Tabel yang memuat alokasi acak yang telah ditentukan sebelumnya.
- Penggunaan Bilangan Acak atau Tabel Pengacak: Menggunakan angka acak atau tabel pengacak untuk menentukan alokasi.
Metode random sequence generation yang tepat harus dipilih tergantung pada desain studi dan kebutuhan khusus dari penelitian tersebut. Random sequence generation adalah langkah kunci dalam mengurangi risiko bias alokasi dalam uji klinis dan studi eksperimental lainnya.
2. Allocation concealment
Allocation concealment (pengelabuan alokasi) adalah suatu strategi yang digunakan dalam desain penelitian klinis atau eksperimental untuk memastikan bahwa para peneliti atau personil yang terlibat dalam pelaksanaan studi tidak mengetahui alokasi peserta ke kelompok perlakuan atau kelompok kontrol sebelumnya. Tujuan dari allocation concealment adalah untuk menghindari potensi bias dalam alokasi peserta yang dapat mempengaruhi hasil studi.
Dengan menggunakan allocation concealment, peneliti dapat memastikan bahwa pengalokasian peserta ke kelompok perlakuan atau kontrol tidak terpengaruh oleh preferensi atau pengetahuan sebelumnya. Hal ini penting untuk memastikan bahwa perbandingan antara kelompok-kelompok tersebut tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat memengaruhi hasil studi.
Metode yang umum digunakan untuk mengimplementasikan allocation concealment meliputi:
- Pengacakan Tersembunyi: Prosedur ini melibatkan penggunaan metode pengacakan acak (randomization) yang dilakukan oleh pihak yang independen atau menggunakan sistem komputer yang tidak terlibat dalam pelaksanaan studi.
- Penggunaan Amplop Tertutup: Setiap peserta diberikan nomor atau label yang tersembunyi dalam amplop tertutup. Isi dari amplop ini hanya diungkapkan setelah peserta memenuhi syarat dan siap untuk alokasi.
- Sistem Komputer atau Perangkat Lunak: Pengacakan dilakukan oleh program komputer atau sistem yang tidak terlibat dalam studi.
- Petugas Alokasi Independen: Penelitian menggunakan petugas atau tim yang independen dan tidak terlibat dalam pelaksanaan studi untuk mengalokasikan peserta.
Penting untuk dicatat bahwa allocation concealment bersifat kritis untuk meminimalkan risiko bias alokasi dalam penelitian klinis atau eksperimental. Ini memungkinkan studi untuk memiliki desain eksperimental yang lebih kuat dan dapat diandalkan.
3. Blinding of participants and personnel
Blinding of participants and personnel (pembungkaman terhadap partisipan dan personel) adalah suatu metode dalam desain penelitian klinis atau eksperimental di mana informasi tertentu mengenai kelompok perlakuan atau kelompok kontrol disembunyikan dari peserta studi (partisipan) dan/atau orang-orang yang terlibat dalam melaksanakan atau mengelola studi (personel).
Dalam konteks penelitian, ada dua bentuk utama dari blinding:
- Single-blind (Tunggal-sembunyi): Hanya peserta studi yang tidak mengetahui informasi penting tertentu. Dalam uji klinis, ini berarti bahwa peserta tidak mengetahui apakah mereka menerima intervensi yang sebenarnya atau plasebo.
- Double-blind (Ganda-sembunyi): Tidak hanya peserta studi yang tidak mengetahui informasi penting, tetapi juga personel atau tim peneliti yang terlibat dalam mengelola atau menilai hasil studi (seperti dokter, perawat, atau peneliti). Dalam uji klinis, ini berarti bahwa baik peserta maupun orang-orang yang berinteraksi langsung dengan mereka tidak mengetahui apakah intervensi yang diberikan adalah pengobatan sebenarnya atau plasebo.
Tujuan dari blinding adalah untuk meminimalkan pengaruh dari harapan atau pengetahuan sebelumnya terhadap hasil studi. Dengan cara ini, blinding membantu memastikan integritas ilmiah dari penelitian dan meningkatkan kepercayaan terhadap hasil yang diperoleh.
Penting untuk diingat bahwa tidak selalu memungkinkan atau praktis untuk melaksanakan blinding, terutama dalam beberapa jenis penelitian atau situasi tertentu. Namun, ketika memungkinkan, blinding adalah salah satu strategi utama yang digunakan untuk meningkatkan validitas internal dari suatu studi.
4. Blinding of outcome assessment
Blinding of outcome assessment (pengabuan penilaian hasil) adalah strategi yang digunakan dalam desain penelitian untuk memastikan bahwa para penilai atau evaluator yang mengukur atau menilai hasil studi tidak mengetahui informasi tentang kelompok perlakuan atau kontrol dari subjek atau peserta studi. Tujuannya adalah untuk menghindari potensi bias dalam penilaian hasil yang dapat memengaruhi validitas dan keandalan hasil studi.
Dengan menerapkan blinding of outcome assessment, peneliti berusaha untuk memastikan bahwa penilaian terhadap hasil tidak dipengaruhi oleh pengetahuan sebelumnya tentang perlakuan yang diterima oleh subjek. Misalnya, dalam uji klinis, ini berarti bahwa para penilai yang mengukur parameter tertentu (seperti tingkat penyembuhan, efek samping, atau perubahan gejala) tidak mengetahui apakah subjek yang mereka nilai termasuk dalam kelompok perlakuan atau kelompok kontrol.
Metode yang umum digunakan untuk mengimplementasikan blinding of outcome assessment meliputi:
- Double-blind Design: Dalam uji klinis, ini berarti bahwa baik peserta maupun para penilai yang melakukan evaluasi hasil tidak mengetahui apakah subjek yang dinilai menerima intervensi sebenarnya atau plasebo.
- Penggunaan Penilai Independen: Menggunakan tim atau individu yang tidak terlibat dalam konduksi atau pengelolaan studi untuk melakukan penilaian hasil. Mereka harus tetap tidak tahu tentang alokasi peserta.
- Penggunakan Skala atau Alat Pengukuran Obyektif: Menggunakan alat atau skala pengukuran yang dapat memberikan hasil yang lebih obyektif dan kurang terpengaruh oleh penilaian subjektif.
Blinding of outcome assessment adalah langkah penting dalam mengurangi risiko bias dalam penilaian hasil dan memastikan bahwa hasil studi mencerminkan perbedaan sebenarnya antara kelompok perlakuan dan kontrol. Hal ini membantu untuk meningkatkan validitas dan keandalan temuan penelitian.
5. Incomplete outcome data
Incomplete outcome data (data hasil yang tidak lengkap) terjadi ketika informasi atau data terkait hasil dari beberapa subjek atau peserta studi tidak tersedia atau tidak lengkap. Hal ini dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti peserta keluar dari studi, kehilangan kontak, atau tidak dapat mengikuti seluruh proses studi.
Ketika data hasil tidak lengkap, hal ini dapat berpotensi mempengaruhi validitas dan interpretasi dari hasil studi. Bagaimana data yang tidak lengkap diperlakukan dalam analisis tergantung pada metode statistik dan pendekatan yang digunakan.
Untuk mengatasi masalah data hasil yang tidak lengkap, peneliti dapat menerapkan berbagai strategi, termasuk:
- Analisis Intention-to-Treat (ITT): Analisis ini mencoba untuk mempertahankan subjek dalam kelompok perlakuan yang mereka asli terima, terlepas dari seberapa banyak data hasil yang hilang. Hal ini dapat memberikan gambaran yang lebih konservatif tentang efektivitas intervensi.
- Analisis Sensitivitas: Melibatkan berbagai analisis dengan skenario yang berbeda untuk menilai dampak dari data yang hilang terhadap hasil studi.
- Analisis Penggantian Data (Imputation): Mengisi atau menggantikan nilai yang hilang dengan estimasi atau prediksi berdasarkan data yang tersedia.
- Analisis yang Mengevaluasi Pengaruh Data yang Hilang: Menganalisis apakah ada perbedaan signifikan antara subjek yang lengkap dan yang data hasilnya tidak lengkap.
Penting untuk melaporkan dan mendokumentasikan secara transparan tentang data yang hilang dalam laporan hasil penelitian, serta metode yang digunakan untuk mengatasi data yang tidak lengkap. Hal ini membantu pembaca atau peninjau untuk memahami potensi dampak dari data yang tidak lengkap terhadap interpretasi dari hasil studi.
6. Selective reporting
Selective reporting (pelaporan selektif) merujuk pada praktik memilih atau memaparkan hasil atau temuan tertentu dari suatu studi atau penelitian, sementara mengabaikan atau menghilangkan hasil atau temuan lainnya. Hal ini dapat mengarah pada penyajian yang tidak akurat atau bias dari data hasil studi.
Praktik pelaporan selektif dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk:
- Penghilangan Hasil Negatif: Para peneliti mungkin cenderung tidak melaporkan atau mengabaikan hasil yang tidak mendukung hipotesis atau temuan yang diinginkan.
- Penghilangan Data yang Tidak Sesuai: Data yang dianggap sebagai “outlier” atau tidak konsisten dengan hasil yang diharapkan dapat dihilangkan dari analisis atau laporan.
- Pengubahan Interpretasi: Hasil atau temuan mungkin diinterpretasikan secara selektif atau dibentuk sedemikian rupa untuk mendukung narasi atau hipotesis tertentu.
- Penghilangan Kelompok Data atau Subgrup: Data dari kelompok tertentu atau subgrup yang mungkin menunjukkan hasil yang berbeda dapat diabaikan.
- Pemilihan Hasil Akhir yang Dilaporkan: Pada beberapa kasus, peneliti dapat memilih untuk melaporkan hanya satu atau beberapa variabel atau hasil tertentu sementara mengabaikan variabel lain yang relevan.
Praktik pelaporan selektif dapat memengaruhi validitas dan reliabilitas hasil suatu studi dan dapat menimbulkan risiko bias. Oleh karena itu, adalah penting untuk mempromosikan transparansi dan integritas dalam pelaporan hasil penelitian.
Beberapa langkah untuk mencegah atau mengatasi selective reporting termasuk:
- Preregistrasi Studi: Mendaftarkan protokol penelitian sebelum melaksanakan studi, termasuk rincian mengenai variabel dan hasil yang akan dievaluasi.
- Melaporkan Semua Temuan: Memastikan bahwa semua hasil, baik yang mendukung atau tidak mendukung hipotesis, dilaporkan dengan jujur dan transparan.
- Menggunakan Metode Statistik yang Sesuai: Menggunakan analisis statistik yang tepat dan melaporkan seluruh hasil dari analisis tersebut.
- Menggunakan Panduan Pelaporan: Mengikuti panduan atau pedoman standar untuk pelaporan hasil penelitian (seperti CONSORT untuk uji klinis).
Penting bagi peneliti untuk berkomitmen pada integritas ilmiah dan memastikan bahwa hasil studi dilaporkan dengan benar dan adil, tanpa memilih secara selektif hasil yang mendukung hipotesis tertentu.
7. Others potential bias
Dalam konteks penelitian ilmiah, istilah “other bias” (bias lainnya) mengacu pada potensi distorsi atau kesalahan sistematis dalam desain, pelaksanaan, atau pelaporan dari suatu studi yang tidak dapat diklasifikasikan dalam kategori-kategori bias yang lebih umum seperti selection bias, performance bias, detection bias, attrition bias, atau reporting bias.
Bias lainnya dapat mencakup berbagai situasi atau faktor yang mungkin mempengaruhi validitas atau interpretasi dari hasil studi, namun tidak sesuai dengan kategori-kategori bias yang lebih khas.
Contoh-contoh dari bias lainnya dapat mencakup:
- Contamination: Terjadi ketika kelompok perlakuan dan kelompok kontrol saling mempengaruhi atau tercampur-aduk selama studi.
- Bias Pengamatan Subjektif: Terjadi ketika evaluasi atau pengukuran subjektif dipengaruhi oleh preferensi atau pengetahuan sebelumnya.
- Situasi Khusus atau Unik: Terjadi ketika karakteristik atau situasi unik dari studi tertentu dapat mempengaruhi hasil.
- Tren Waktu atau Perubahan dalam Standar Praktek: Terjadi ketika ada perubahan dalam praktek atau standar selama periode studi.
- Bias Penyaringan: Terjadi ketika proses seleksi peserta atau subjek studi tidak dilakukan secara benar.
- Perubahan Metodologi atau Protokol: Terjadi ketika ada perubahan signifikan dalam metode atau protokol selama studi.
Bias lainnya harus diperhatikan dan diidentifikasi oleh para peneliti untuk memastikan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil studi diakui dan diatasi atau dilaporkan secara tepat. Keterbukaan dan integritas ilmiah adalah kunci dalam mengelola atau mengurangi risiko bias, termasuk bias lainnya.