Hospitalisasi pada Anak

Kondisi sakit merupakan hal yang sering dialami oleh setiap orang  khususnya anak- anak, karena sistem kekebalan tubuhnya belum sempurna. Beberapa masalah penyakit yang terjadi pada anak-anak antara lain demam, diare, demam berdarah, penyakit pernapasan, termasuk penyakit bawaan sejak lahir.

Pada kondisi sedang sakit,  anak-anak kadang membutuhkan terapi yang mengharuskan anak harus dirawat inap di  rumah sakit (hospitalisasi). Hospitalisasi merupakan salah satu pengalaman yang tidak menyenangkan baik bagi anak maupun orang tua. Beberapa stressor akan dihadapi saat anak akan dirawat, selama perawatan hingga sampai pemulangannya kembali ke rumah. Beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress bagi anak yang menjalani hospitalisasi seperti :

1. Perubahan suasana lingkungan; dimana anak yang dirawat akan merasakan suasana rumah sakit yang berbeda, wajah orang yang banyak tidak dikenal, bau khas rumah sakit, maupun bunyi yang muncul dari alat kesehatan yang digunakan pasien, dan lain-lain

2. Orang baru yang tidak dikenal; anak akan merasakan stressor perpisahan dengan orang yang berarti baginya, seperti  anggota keluarga, teman- teman lingkungan rumah, sekolah,dan lain-lain

3.  Faktor berkurang atau hilangnya kekebasan : akibat dirawat maka terdapat beberapa aturan dan prosedur medis yang harus dilakukan, anak juga tidak bisa melakukan kegiatan yang rutin dilakukan sebelum dirawat termasukm aktifitas bermain dan lain-lain

4.  Faktor fisik ; akibat kondisi sakitnya anak akan mengalami keadaan ketidakberdayaan, anak tidak mampu melakukan aktifitas rutinnya yang biasanya dapat dilakukan secara mandiri, dan lain-lain

Respon terhadap stressor akan berbeda pada anak, tergantung dari berat ringannya penyakit, jenis prosedur medis dan perawatan yang dilakukan, pengalaman sebelumnya, tingkat perkembangan anak berdasarkan usia, dukungan keluarga, dan kemampuan koping dari anak. Menurut penelitian, hal yang paling umum terjadi pada anak yang hospitalisasi adalah gangguan emosional berupa kecemasan, dengan berbagai tingkatan cemas dan manifestasi yang berbeda berdasarkan usia anak. Bila kecemasan ini tidak tertangani dengan baik dapat berpengaruh terhadap kondisi fisik, muncul sikap tidak kooperatif dalam program pengobatan, dan mempengaruhi hasil program terapi. Gangguan perkembangan juga merupakan salah satu dampak negatif dari hospitalisasi.

Hospitalisasi dapat menjadi pengalaman yang menimbulkan stres bagi pasien dan keluarganya. Beberapa stresor umum yang dapat muncul selama hospitalisasi meliputi:

  1. Ketidakpastian: Pasien dan keluarga sering kali menghadapi ketidakpastian mengenai diagnosis, prognosis, dan perawatan yang dibutuhkan. Hal ini bisa menimbulkan kecemasan dan kebingungan.
  2. Perubahan Lingkungan: Lingkungan rumah sakit yang asing, berisik, dan terkadang tidak nyaman dapat membuat pasien merasa tidak nyaman dan sulit beristirahat.
  3. Pemisahan dari Keluarga dan Teman: Terpisah dari orang yang dicintai dapat menyebabkan rasa kesepian dan kekhawatiran, terutama jika pasien harus tinggal di rumah sakit untuk jangka waktu yang lama.
  4. Pentingnya Pemeriksaan dan Prosedur Medis: Pasien sering kali harus menjalani berbagai jenis pemeriksaan dan prosedur medis yang tidak hanya dapat menyakitkan tetapi juga menimbulkan kecemasan.
  5. Ketidaknyamanan Fisik: Pasien mungkin mengalami rasa sakit, mual, muntah, atau ketidaknyamanan fisik lainnya akibat penyakit atau perawatan medis.
  6. Kekhawatiran Keuangan: Biaya perawatan kesehatan dan asuransi kesehatan dapat menjadi sumber stres tambahan bagi pasien dan keluarga.
  7. Gangguan Tidur: Suara dan cahaya di rumah sakit, serta rutinitas perawatan yang terus-menerus, bisa mengganggu tidur pasien.
  8. Keterbatasan dan Kehilangan Kontrol: Pasien mungkin merasa kehilangan kontrol atas hidup mereka selama hospitalisasi, terutama jika mereka tergantung pada perawatan dan keputusan medis dari orang lain.
  9. Efek Sosial dan Emosional: Hospitalisasi dapat mempengaruhi kesejahteraan emosional pasien dan keluarganya, menyebabkan stres, depresi, atau bahkan perasaan putus asa.
  10. Isolasi dan Keterbatasan Aktivitas: Pasien mungkin dibatasi dalam melakukan aktivitas fisik atau berinteraksi dengan lingkungan di luar rumah sakit, yang dapat menimbulkan rasa frustasi.

Hospitalisasi anak dapat menjadi pengalaman yang sangat menegangkan bagi orang tua dan keluarga. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi reaksi orang tua akibat hospitalisasi anak antara lain:

  1. Ketidakpastian tentang Kesehatan Anak: Orang tua sering merasa cemas dan khawatir tentang kondisi kesehatan anak mereka. Ketidakpastian mengenai diagnosis, prognosis, dan perawatan yang diberikan dapat meningkatkan stres.
  2. Ketakutan akan Komplikasi: Orang tua mungkin khawatir tentang kemungkinan komplikasi atau risiko selama perawatan di rumah sakit. Mereka mungkin memiliki kekhawatiran tentang efek samping dari prosedur medis atau obat-obatan.
  3. Perasaan Tidak Berdaya: Orang tua bisa merasa tidak berdaya karena mereka tidak bisa langsung mengatasi penderitaan anak mereka. Mereka mungkin merasa terbatas dalam membantu anak mereka merasa nyaman.
  4. Pemisahan dari Anak: Pemisahan fisik dari anak selama hospitalisasi bisa sangat menyakitkan bagi orang tua. Mereka merasa kehilangan saat-saat berharga bersama anak mereka dan tidak bisa memberikan dukungan langsung.
  5. Ketidakpastian tentang Pekerjaan dan Rutinitas: Hospitalisasi anak dapat mempengaruhi rutinitas sehari-hari orang tua, termasuk pekerjaan dan tanggung jawab lainnya. Hal ini bisa menyebabkan stres tambahan karena perlu mengatur ulang kehidupan sehari-hari.
  6. Tantangan Logistik dan Keuangan: Beberapa orang tua mungkin menghadapi kesulitan dalam mengatur transportasi, akomodasi, atau biaya tambahan yang terkait dengan hospitalisasi anak.
  7. Kehilangan Kontrol dan Keterlibatan: Orang tua mungkin merasa kehilangan kontrol atas keadaan anak mereka selama hospitalisasi. Mereka juga mungkin merasa kurang terlibat dalam pengambilan keputusan medis.
  8. Dorongan Emosional dan Mental: Hospitalisasi anak dapat menyebabkan orang tua merasa cemas, stres, dan bahkan depresi. Mereka mungkin merasa tidak dapat mengatasi situasi ini secara emosional.
  9. Interaksi dengan Tenaga Medis: Interaksi dengan tim medis bisa menjadi faktor yang mempengaruhi reaksi orang tua. Komunikasi yang buruk atau tidak jelas dari tim medis bisa meningkatkan kecemasan.
  10. Dukungan Sosial: Dukungan dari keluarga, teman, dan lingkungan sosial juga dapat mempengaruhi reaksi orang tua. Dukungan ini bisa membantu mengurangi isolasi dan memberikan tempat curhat.

Hospitalisasi seorang saudara bisa memiliki dampak emosional dan psikologis yang signifikan pada saudara yang lain. Reaksi saudara terhadap hospitalisasi bisa bervariasi tergantung pada usia, pengalaman sebelumnya, hubungan dengan saudara yang sedang dirawat, dan cara mereka merespons stres secara umum. Beberapa reaksi yang mungkin muncul pada saudara akibat hospitalisasi antara lain:

  1. Kecemasan dan Ketidakpastian: Saudara mungkin merasa cemas dan tidak yakin tentang apa yang terjadi pada saudara mereka yang dirawat di rumah sakit. Mereka mungkin bertanya-tanya tentang kondisi saudara mereka dan bagaimana situasi ini akan mempengaruhi kehidupan mereka.
  2. Rasa Bersalah: Beberapa saudara mungkin merasa bersalah karena mereka sehat dan bisa pulang sementara saudara mereka harus tinggal di rumah sakit. Ini adalah reaksi umum, terutama jika saudara yang sakit adalah teman dekat.
  3. Rasa Cemburu: Saudara mungkin merasa cemburu terhadap perhatian yang diberikan kepada saudara yang sakit oleh orang tua dan keluarga lainnya. Mereka bisa merasa diabaikan atau tidak dihargai.
  4. Kehilangan Rutinitas dan Waktu Bersama: Hospitalisasi saudara dapat mengganggu rutinitas harian dan waktu bersama yang biasanya mereka habiskan bersama. Ini bisa menjadi sumber frustrasi dan ketidaknyamanan.
  5. Ketidakmengertian tentang Penyakit dan Perawatan: Terutama pada anak-anak yang lebih muda, mereka mungkin tidak sepenuhnya memahami penyebab hospitalisasi dan perawatan yang diberikan. Hal ini bisa menyebabkan kebingungan dan ketidakmengertian.
  6. Ketidakpastian tentang Masa Depan: Saudara mungkin memiliki kekhawatiran tentang masa depan dan bagaimana situasi ini akan berdampak pada keluarga dan kehidupan mereka.
  7. Perasaan Kesepian: Jika saudara yang sakit adalah teman dekat atau sahabat, saudara yang lain mungkin merasa kesepian tanpa kehadirannya.
  8. Kesulitan dalam Mengatasi Emosi: Beberapa saudara mungkin mengalami kesulitan dalam mengatasi emosi mereka terkait hospitalisasi. Mereka mungkin menunjukkan perubahan perilaku atau suasana hati.
  9. Perubahan dalam Peran dan Tanggung Jawab: Terutama pada saudara yang lebih tua, mereka mungkin merasa memiliki tanggung jawab tambahan atau peran baru dalam menjaga kestabilan keluarga.
  10. Pengalaman Trauma: Hospitalisasi bisa menjadi pengalaman traumatis bagi saudara, terutama jika mereka mengalami situasi yang menakutkan atau menyaksikan penderitaan saudara mereka.

Peran petugas kesehatan di rumah sakit sangat penting dalam mengurangi respon stress anak terhadap hospitalisasi, dengan tetap melibatkan orang tua sebagai support sistem terdekat. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meminimalkan dampak hospitalisasi bagi anak, yaitu :

1. Berikan informasi kepada anak dan keluarga secara adekuat

Penjelasan selayaknya sudah harus diberikan sejak masa persiapan anak akan dirawat baik tentang rencana prosedur medis awal maupun  lingkungan rumah sakit yang akan dihadapi (fasilitas rumah sakit, siapa yang terlibat dalam perawatan, dan lain-lain). Penjelasan juga harus diberikan selama perawatan untuk setiap tindakan atau prosedur yang akan dilakukan. Pemberian informasi yang adekuat terbukti dapat menurunkan kecemasan orang tua dan ketakutan bagi anak yang menjalani hospitalisasi, dan bahkan mereka akan mendukung program pengobatan. Prinsip yang harus diperhatikan bahwa  ketakutan akan ketidaktahuan (fantasi) lebih besar daripada ketakutan yang diketahui. Metode penjelasan pada anak harus disesuaikan dengan usia, kondisi, dan  tahap perkembangan anak,  misal dengan metode terapi bermain dengan alat bantu seperti boneka, miniatur peralatan rumah sakit;   metode cerita/ dongeng dengan alat bantu menggunakan buku- buku bacaan, film; metode bemain peran (role play), atau berupa penjelasan singkat secara langsung.

2. Menghadirkan orang tua atau orang terdekat selama anak dirawat

Sebagian besar rumah sakit telah menerapkan aturan bahwa untuk pasien anak diperbolehkan orang tua untuk menunggu, dan diperbolehkan anggota keluarga lain untuk berkunjung. Hal ini untuk mengatasi stressor perpisahan anak dengan orang- orang dicintainya, dan akan menimbulkan rasa nyaman dan ketenangan bagi anak. Namun hal ini dengan tetap memperhatikan kondisi anak dan resiko keamanan bagi pengunjung tersebut. Bilamana tidak memungkinakn bagi anak untuk dikunjungi, maka oraang tua dapat menghadirkan benda sebagai pengganti seperti foto, audiotape atau rekaman video kebersamaan anak dan orang tua.

3. Mempertahankan rutinitas kegiatan anak saat hospitalisasi

Perubahan jadwal dan hilangnya ritual aktifitas bagi anak dapat menimbulkan stress bagi anak. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap kondisi anak dan dapat memberikan saran aktifitas anak yang tetap dapat dilakukan selama hospitalisasi dengan modifikasi kegiatan atau pelaksanaan waktu, seperti tetap mengizinkan anak membawa  barang mainannya dan bermain di tempat tidur, menonton televisi, tetap sekolah melalui media elektronik, dan lain-lain.

4. Komunikasi efektif untuk meningkatkan pemahaman

Untuk menjamin keefektifan komunikasi terutama untuk anak dengan gangguan perkembangan, maka harus  dipilih metode dan media yang sesuai. Penggunaan alat- alat tertentu, seperti social script book, alat distraksi (alat bermain) mungkin diperlukan.

5. Penataan ruang rawat dan program bermain

Untuk mendukung perawatan anak yang optimal selama hospitalisasi, rumah sakit selayaknya dapatĀ  memfasilitasi ruangan khusus bagi anak dengan penyediaan perabotan yang berwarna cerah dan sesuai dengan usia anak, dekorasi ruangan yang menarik dan familiar bagi anak, serta adanya ruangan bermain yang dilengkapi berbagai macam alat bermain. Peran perawat adalah tetap memilah kriteria kondisi anak yang diperbolehkan bermain di ruang bermain dan berinovasi dalamĀ  jenis terapi bermain yang bersifat terapetik bagi anak yang hospitalisasi.

Mempersiapkan anak untuk hospitalisasi adalah langkah penting untuk membantu mereka menghadapi pengalaman yang mungkin menakutkan dan tidak biasa. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat Anda ambil untuk mempersiapkan anak secara emosional dan fisik:

  1. Komunikasi Terbuka: Berbicaralah dengan anak tentang alasan hospitalisasi dengan bahasa yang sesuai usia mereka. Jelaskan secara jujur apa yang akan terjadi, mengapa mereka harus dirawat di rumah sakit, dan bagaimana perawatannya nantinya.
  2. Gunakan Bahasa yang Mudah Dipahami: Gunakan kata-kata yang sederhana dan mudah dipahami oleh anak. Hindari penggunaan kata-kata yang rumit atau mengkhawatirkan.
  3. Libatkan Anak dalam Persiapan: Biarkan anak merasa memiliki kendali sejauh yang mungkin. Anda bisa mengajak mereka memilih beberapa barang yang ingin mereka bawa ke rumah sakit, seperti mainan kesayangan, buku, atau pakaian.
  4. Tur Rumah Sakit: Jika memungkinkan, kunjungan ke rumah sakit sebelum hospitalisasi bisa membantu anak merasa lebih akrab dengan lingkungan tersebut. Perkenalkan mereka dengan tempat tidur, peralatan, dan staf medis.
  5. Beri Tahu Prosedur tindakan: Jelaskan prosedur tindakan yang mungkin akan mereka alami di rumah sakit. Pastikan anak memahami bahwa prosedur ini dilakukan untuk membantu mereka merasa lebih baik.
  6. Ajarkan Cara Mengatasi Rasa Sakit: Jika anak mungkin mengalami rasa sakit atau ketidaknyamanan, ajarkan mereka teknik mengatasi rasa sakit, seperti pernapasan dalam atau pemikiran positif.
  7. Jadwalkan Kunjungan dari Teman atau Keluarga: Jika memungkinkan, jadwalkan kunjungan dari teman atau anggota keluarga lainnya selama masa hospitalisasi. Ini bisa memberikan dukungan emosional kepada anak.
  8. Bawa Barang Kesukaan: Ajak anak membawa mainan kesukaan, buku, atau barang lain yang bisa membuat mereka merasa nyaman dan terhibur selama di rumah sakit.
  9. Beri Tahu tentang Rutinitas Harian: Jelaskan kepada anak tentang apa yang akan terjadi sehari-hari di rumah sakit, seperti waktu makan, waktu tidur, dan kegiatan lainnya. Hal ini bisa memberikan mereka perasaan struktur dan prediktabilitas.
  10. Dukungan Emosional: Berikan dukungan emosional kepada anak. Dengarkan perasaan mereka, jawab pertanyaan mereka, dan coba mengurangi kecemasan mereka dengan memberikan rasa aman.
  11. Ajukan Pertanyaan: Ajak anak untuk bertanya jika mereka memiliki pertanyaan atau kekhawatiran. Pastikan mereka merasa bahwa mereka bisa berbicara terbuka tentang apa pun.

Manajemen asuhan keperawatan yang efektif selama hospitalisasi sangat penting untuk memastikan pasien menerima perawatan yang terbaik dan untuk mengurangi dampak negatif dari pengalaman tersebut. Berikut adalah langkah-langkah dalam manajemen asuhan keperawatan yang dapat diambil untuk mengatasi akibat hospitalisasi:

  1. Pengkajian Komprehensif: Tim keperawatan harus melakukan pengkajian komprehensif terhadap pasien, mencakup riwayat kesehatan, kondisi saat ini, serta kebutuhan fisik, emosional, dan psikososialnya. Informasi ini akan membantu merencanakan perawatan yang sesuai.
  2. Perencanaan Perawatan: Berdasarkan pengkajian, tim keperawatan akan merencanakan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Ini meliputi rencana tindakan medis, pengobatan, nutrisi, aktivitas fisik, serta perencanaan untuk dukungan emosional dan sosial.
  3. Komunikasi dengan Pasien dan Keluarga: Komunikasi terbuka dan jelas dengan pasien dan keluarga sangat penting. Tim keperawatan harus menjelaskan dengan jelas tentang diagnosis, prognosis, dan rencana perawatan yang akan dijalani pasien.
  4. Edukasi Pasien dan Keluarga: Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang kondisi kesehatan, perawatan yang akan diberikan, serta tindakan yang perlu diambil setelah pulang dari rumah sakit. Edukasi ini membantu pasien dan keluarga merasa lebih siap dan terlibat dalam perawatan.
  5. Pemantauan dan Evaluasi Kontinu: Tim keperawatan harus terus memantau kondisi pasien selama hospitalisasi dan melakukan evaluasi berkala terhadap respons pasien terhadap perawatan. Jika ada perubahan dalam kondisi, rencana perawatan dapat disesuaikan.
  6. Manajemen Nyeri dan Ketidaknyamanan: Jika pasien mengalami nyeri atau ketidaknyamanan, tim keperawatan harus memberikan perawatan yang tepat untuk mengurangi rasa sakit dan meningkatkan kenyamanan.
  7. Dukungan Psikososial: Tim keperawatan harus menyediakan dukungan emosional dan psikososial kepada pasien dan keluarga. Ini bisa melibatkan konseling, dukungan mental, dan program hiburan untuk membantu mengatasi stres dan kecemasan.
  8. Promosi Kemandirian: Selama hospitalisasi, penting untuk mempromosikan kemandirian pasien sebisa mungkin. Ini bisa melibatkan pelatihan pasien dalam menjalani perawatan mandiri atau pemulihan fisik.
  9. Kolaborasi Antarprofesional: Tim keperawatan harus bekerja sama dengan dokter, ahli terkait lainnya, serta tim medis lainnya untuk menyusun rencana perawatan yang komprehensif dan terkoordinasi.
  10. Pendokumentasian yang Akurat: Seluruh perawatan, tindakan, dan perkembangan pasien harus didokumentasikan secara akurat dan terperinci. Dokumentasi ini penting untuk melacak kemajuan pasien dan memastikan kesinambungan perawatan.
  11. Persiapan Pulang yang Baik: Sebelum pasien pulang, tim keperawatan harus memberikan panduan lengkap kepada pasien dan keluarga mengenai perawatan pasca-pulang, obat-obatan yang harus diambil, serta tindakan yang perlu diambil jika terjadi perubahan kondisi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *