Laporan Pendahuluan Nyeri
I. LAPORAN PENDAHULUAN NYERI
a. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangatsubjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal sekala atautingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan at[au mengevaluasirasa nyeri yang dialaminya. Berikut adalah pendapat beberapa ahli mengenai pengertian nyeri :
- Menurut Prasetyo (2010) nyeri merupakan suatu produksi mekanisme bagitubuh, timbul ketika jaringan rusak yang menyebabkan individu bereaksi untukmenghilangkan nyeri. b.
- Nyeri dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosionalyang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yangsudah atau berpotensi terjadi atau dijelaskan berdasarkan kerusakan tersebut. Nyeri tidak hanya menimbulkan pengalaman subjektif dengan komponensensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, namun nyerimemperlihatkan beberapa bukti objektif. Mengamati tanda-tanda vital dapatmemberi petunjuk mengenai derajat nyeri yang dialami pasien (Price danWilson, 2006).
- Nyeri merupakan sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitandengan kerusakan jaringan actual dan potensial (Siswanti, 2011).
Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan danmeningkatkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. (Judith M.Wilkinson 2002). Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yangmuncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanyakerusakan. Serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yangdapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional)
b. Fisiologi Sistem Oksigenasi
Sistem yang terlibat dalam sitem transmisi nyeri dan persepsi nyeri disebut nosiseptif. Sentivitas terhadap nosiseptif dapt di pengaruhi oleh beberapa faktor dari setiap individu. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) faktor-faktor tersebut dapat meningkatkan sensitivitas komponen yang berbeda dari sistem nosiseptif yang diuraiakan sebagai berikut :
a. Transmisi nyeri
1) Reseptor nyeri (Nesiseptor)
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak. Stimulus tersebut sifatnya bisa mekanik, termal, kimia, sendi, otot skelet, fasia dan tendon. Nyeri dari organ ini akan diakibatkan dari stimuli reseptor yang kuat yang mempunyai tujuan lain sebagai contoh inflamasi, peregangan, dan iskemia.
Reseptor nyeri merupakan jaras multi arah yang kompleks. Serabut saraf yang bercabang sangat dekat asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh lokal, sel-sel mast, polikel rambut dan kelenjar keringat.stimulus serabut ini akan menyebabkan pelepasannya sel-sel mast dan mengakibatkan vasdilatasi. Serabut kutaneus lebih ke arah sentral dari cabang yang lebih jauh dan
berhubungan dengan rantai simpatis paravertebra sistem saraf dan dengan organ eksternal yang lebih besar. Akibat dari hubungan dari saraf ini, nyeri sering disertai dengan vasomotor, otonom, dan viseral. Contoh pasien dengan nyeri akut mungkin mengalami penurunan atau tidak adanya peristaltik saluran gastrointestinal.
1. Mediator kimia nyeri
Menurut smeltzer dan Bare (2002) zat-zat kimia yang meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi histamin, bradikinin, asetilkolin, dan subtansi dan postaglandin. Endorfin dan Enkefalin yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri. Endorfin dan Enkefalin ditemukan dalam konsentrasi yang kuat dalam sistem saraf pusat.
Endorfin dan Enkefalin merupakan zat kimiawi endogen yang di produksi oleh tubuh yang strukturnya serupa dengan opioid (narkotika). Endorfin dan Enkefalin diduga dapat menghambat impuls nyeri dengan memblok transmisi ini di dalam otak dan medula spinalis.
2. Kornu dorsalis dan jaras asenden
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) kornu Dorsalis dari medula spinalis dianggap sebagai tempat memproses sensori. Serabut perifer (reseptor nyeri) berakhir disini dan perifer Traktus asenden berawal dari sini. Traktus asenden berakhir pada otak bagian bawah dan tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke korteks serebri. Agar nyeri dapat diserap secara sadar neuro pada aseden harus diaktifkan. Dalam kornus dorsalis terdapat interkoneksi neuro yang ketika aktif menghambat atau memutuskan transnisi informasi yang menyakitkan atau menstimulus nyeri dalam jaras aseden. Area ini sering disebut gerbang. Teori kendali nyeri (Wall, 1978 dalam Smeltzer & Bare, 2002) dimana interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi lain dan stimulasi serabut ini menghambat atau memblok impuls nyeri melalui sirkuit gerbang penghambat. Sel-sel inhibitori dalam kornu dorsalis medulla spinalis mengandung enkefalin yang dapat menghambat impuls nyeri (Smetlzer & Bare, 2002).
c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
1. Usia
Menurut Potter & Perry (1993) usia adalah variabel penting yang mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan orang dewasa. Perbedaan perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri. Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri dan beranggapan kalau apa yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak yang belum mempunyai kosakata yang banyak, mempunyai kesulitan mendeskripsikan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat. Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007).
2. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan secara signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana seorang wanita dapat menangis dalam waktu yang sama. Penelitian yang dilakukan Burn, dkk. (1989) dikutip dari Potter & Perry, 1993 mempelajari kebutuhan narkotik post operative pada wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria.
3. Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud, 1991).
4. Ansietas
Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan nyeri saat pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare, 2002).
5. Pengalaman masa lalu dengan nyeri
Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari pengalaman sebelumnya menunjukkan pentingnya perawat untuk waspada terhadap pengalaman masa lalu pasien dengan nyeri. Jika nyerinya teratasi dengan tepat dan adekuat, individu mungkin lebih sedikit ketakutan terhadap nyeri dimasa mendatang dan mampu mentoleransi nyeri dengan baik (Smeltzer & Bare, 2002).
6. Efek plasebo
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan atau tindakan lain karena sesuatu harapan bahwa pengobatan tersebut benar benar bekerja. Menerima pengobatan atau tindakan saja sudah merupakan efek positif.
Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan keefektifan medikasi atau intervensi lainnya. Seringkali makin banyak petunjuk yang diterima pasien tentang keefektifan intervensi, makin efektif intervensi tersebut nantinya. Individu yang diberitahu bahwa suatu medikasi diperkirakan dapat meredakan nyeri hampir pasti akan mengalami peredaan nyeri dibanding dengan pasien yang diberitahu bahwa medikasi yang didapatnya tidak mempunyai efek apapun. Hubungan pasien –perawat yang positif dapat juga menjadi peran yang amat penting dalam meningkatkan efek plasebo (Smeltzer & Bare, 2002).
7. Keluarga dan Support Sosial
Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri sering bergantung pada keluarga untuk mensupport, membantu atau melindungi. Ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah. Kehadiran orangtua merupakan hal khusus yang penting untuk anak-anak dalam menghadapi nyeri (Potter & Perry, 1993).
h. Pola koping
Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting untuk mengerti sumber koping individu selama nyeri. Sumber-sumber koping ini seperti berkomunikasi dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat digunakan sebagai rencana untuk mensupport klien dan menurunkan nyeri klien.
Sumber koping lebih dari sekitar metode teknik. Seorang klien mungkin tergantung pada support emosional dari anak-anak, keluarga atau teman. Meskipun nyeri masih ada tetapi dapat meminimalkan kesendirian. Kepercayaan pada agama dapat memberi kenyamanan untuk berdo’a, memberikan banyak kekuatan untuk mengatasi ketidaknyamanan yang datang (Potter & Perry, 2010).
d. Gangguan Yang Mungkin Terjadi Pada Nyeri
1) Efek kardiovaskuler Efek kardiovaskuler sering menonjol, ditandai adanya hipertensi, takikardi, peningkatan iritabilitas myokardial, dan peningkatan resistensi vaskuler sistemik. Cardiac output akan meningkat pada kebanyakan orang normal, tapi akan menurun pada pasien dengan kelainan fungsi ventrikel. Karena peningkatan pada kebutuhan oksigen myokardial. Nyeri bisa memperburuk iskemik myokardial.
2) Efek respirasi Peningkatan konsumsi oksigen total tubuh dan produksi karbon dioksida mengharuskan adanya peningkatan ventilasi bersamaan. Peningkatan kerja pernapasan akan lebih parah jika pasien sudah disertai penyakit paru sebelumnya. Nyeri yang disebabkan oleh insisi abdomen atau thoraks bisa mempengaruhi fungsi pulmo. Penurunan pergerakan dinding dada akan mengurangi volume tidal dan kapasitas residu, yang nantinya akan mengarah pada atelektasis, intrapulmonary shunting, hipoksemia, dan yang lebih jarang mungkin juga bisa terjadi hipoventilasi. Reduksi pada kapasitas vital akan mengganggu batuk dan pembersihan sekret. Tanpa memperhatikan lokasi nyeri, tirah baring yang lama atau kurangnya pergerakan yang sangat lama akan menghasilkan perubahan yang mirip dalam fungsi pernapasan.
3) Efek gastrointestinal dan urinaria Peningkatan simpatis akan meningkatkan tonus sphincter dan menurunkan motilitas intestinal dan urinaria, serta akan mengarah pada adanya ileus atau retensi urin. Hipersekresi asam lambung akan mengarah pada adanya ulserasi, dan bersamaan dengan penurunan motilitas, dan berpotensi sebagai predisposisi pasien mengalami pneumonitis karena aspirasi yang parah. Mual, muntah, dan konstipasi sering terjadi. Distensi abdomen lebih lanjut akan memperburuk disfungsi dan volume paru.
4) Efek endokrin Hormon merespons stres dengan meningkatkan hormon katabolik (katekolamin, kortisol, dan glukagon) dan menurunkan hormon anabolik (insulin dan testosteron). Pasien akan mengalami keseimbangan nitrogen yang negatif, intolerasi karbohidrat, dan meningkatnya lipolisis. Peningkatan kortisol, bersama dengan meningkatnya renin, aldosteron, angiotensin, dan hormon antidiuretik menghasilkan terjadinya retensi natrium, retensi air, dan ekspansi sekunder ke interstitial.
5) Efek hematologi Stres akan meningkatkan perlengketan platelet, penurunan fibrinolisis, dan hiperkoagulasi.
6) Efek imun Respons stres akan menghasilkan leukositosis dengan limfopenia dan dilaporkan adanya penurunan RES (Rethiculo Endothelial System) yang selanjutnya akan menjadi predisposisi untuk pasien pada terjadinya infeksi.
7) Sensasi umum Reaksi yang paling sering pada nyeri akut adalah anxietas. Gangguan tidur juga sering terjadi. Ketika durasi nyeri memanjang, pasien tidak terjadi depresi. Justru beberapa pasien akan beraksi marah yang sering ditujukan langsung pada staf medis.
II. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN NYERI
a. Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan
P | Provokatif atau paliatif | Apakah yang menyebabkan gejala ? apa saja yang dapat mengurangi dan memperberatnya ? |
Q | Kualitas atau kuantitas | Bagaimana gejala (nyeri) dirasakan, sejauh mana anda merasakan sekarang? |
R | Regional/ area | Dimana lokasi nyeri dirasakan? Apakah menyebar? |
S | Skala keperahan | Seberapa keparahan dirasakan (nyeri dengan skala berapa)? (1-10) |
T | Timing atau waktlu | Kapan mulai timbul? Seberapa sering gejala terasa? Apakah tiba-tiba atau bertahap ? |
2. Pemeriksaan Fisik: Data Fokus
- Tampak meringis
- Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- Sulit tidur
b. Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (peradangan dan obstruksi) pada sekum
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for the study of Pain): awitan yang tiba-tiba atau lambat dan intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung
Batasan Karakteristik :
· Perubahan selera makan
· Perubahan tekanan darah
· Perubahan frekwensi jantung
· Perubahan frekwensi pernapasan
· Laporan isyarat
· Diaforesis
· Perilaku distraksi (mis,berjaIan mondar-mandir mencari orang lain dan atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang)
· Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, merengek, menangis)
· Masker wajah (mis, mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus meringis)
· Sikap melindungi area nyeri
· Fokus menyempit (mis, gangguan persepsi nyeri, hambatan proses berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
· Indikasi nyeri yang dapat diamati
· Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
· Sikap tubuh melindungi
· Dilatasi pupil
· Melaporkan nyeri secara verbal
· Gangguan tidur
Faktor Yang Berhubungan :
· Agen cedera (mis, biologis, zat kimia, fisik, psikologis)
Tujuan dan kriteria hasil
NOC : Level nyeri, kontrol nyeri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2×24 jam diharapkan klien
– Nyeri berkurang
– Pasien menyatakan perasaan nyaman berkurangnya nyeri
– Skala nyeri berkurang
– Ekspresi nyeri lisan atau wajah
– Posisi tubuh melindungi
– Kegelisahan atau ketegangan otot
– Perubahan kecepatan pernafasan
Intervensi
NIC : Medicasi management, pain management dan analgetik management
– Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Rasional : Mengetahui lokasi, durasi, intensitas dan karakteristik nyeri
Pengkajian berlanjut membantu
– Observasi ketidaknyamanan non verbal
– Kaji skala nyeri
– Gunakan teknik komunikasi terapeutik saat berkomunikasi
Evaluasi pengalaman nyeri
Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
Ajarkan teknik relaksasi
Kolaborasimedis akan memberikan analgetik
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor eksternal
Definisi : Perubahan / gangguan epidermis dan / atau dermis
Batasan Karakteristik :
· Kerusakan lapisan kulit (dermis)
· Gangguan permukaan kulit (epidermis)
· Invasi struktur tubuh
Faktor Yang Berhubungan :
Eksternal :
· Zat kimia, Radiasi
· Usia yang ekstrim
· Kelembapan
· Hipertermia, Hipotermia
· Faktor mekanik (mis..gaya gunting [shearing forces])
· Medikasi
· Lembab
· Imobilitasi fisik
Internal:
· Perubahan status cairan
· Perubahan pigmentasi
· Perubahan turgor
· Faktor perkembangan
· Kondisi ketidakseimbangan nutrisi (mis.obesitas, emasiasi)
· Penurunan imunologis
· Penurunan sirkulasi
· Kondisi gangguan metabolik
· Gangguan sensasi
· Tonjolan tulang
Tujuan dan kriteria hasil
NOC : Tissue integrity, status nutrisi, tissue perfusion, dialisys acces integrity
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2×24 jam diharapkan klien
– Integritas kulit baik bias dipertahankan
– Melaporkan adanya gangguan sensasi atau nyeri pada daerah kulit yang mengalami gangguan
– Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang
– Mampu melindungi kkulit dan mempertahankan kelembaban kulit
– Status nutrisi adekuat
– Sensasi dan warna kulit normal
Intervensi
NIC: Pressure management
– Anjurkan pasien menggunakan pakean longgar
– Hindari kerutan pada tempat tidur
– Jaga kebersihan kulit
– Mobilisasi pasien
– Monitor kulit (adanya kemerahan)
– Oleskan lotion pada daerah yang tertekan
– Monitor status nutrisi
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
Definisi : Mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik
Faktor Resiko :
Penyakit kronis.
· Diabetes melitus
· Obesitas
Pengetahuan yang tidak cukup untuk
menghindari pemanjanan patogen.
Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat.
· Gangguan peritalsis
· Kerusakan integritas kulit (pemasangan kateter intravena, prosedur invasif)
· Perubahan sekresi pH
· Penurunan kerja siliaris
· Pecah ketuban dini
· Pecah ketuban lama
· Merokok
· Stasis cairan tubuh
· Trauma jaringan (mis, trauma destruksi jaringan)
Ketidakadekuatan pertahanan sekunder
· Penurunan hemoglobin
· Imunosupresi (mis, imunitas didapat tidak adekuat, agen farmaseutikal termasuk imunosupresan, steroid, antibodi monoklonal, imunomudulator)
· Supresi respon inflamasi
Vaksinasi tidak adekuat
Pemajanan terhadap patogen lingkungan meningkat
· Wabah
Prosedur invasif
Malnutrisi
Tujuan dan kriteria hasil
NOC : – Pengetahuan tentang resiko
– Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar
– Bebas dari tanda-tanda infeksi
– Mengenali perubahan status kesehatan
Intervensi
NOC : Infection control
– Awasi tanda-tanda vital.
– Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka yang
aseptic
– Observasi keadaan luka dan insisi.
– Kolaborasi dengan pemberian antibiotik sesuai indikasi
Daftar Pustaka
Andra, S.W., & Yessie, M.P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: ECG
Black, J & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba
Kozier, Barbara (2010). Fundamentals of Canadian Nursing: Concepts, Process
and Practice, edisi2. Pearson Education Canada
Muttaqin, Arif, Kumala, Sari. (2011). Askep Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika
Nurarif & Kusuma, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Dan NANDA NIC-NOC Jilid 2 Medaction
Nurarif & Kusuma, (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Dan NANDA NIC-NOC Jilid 2 Medaction
Purwaningsih, Wahyu & Karlina, Ina. (2010). Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika