Konsep Asuhan Keperawatan Apendisitis

I. LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP APENDISITIS

a. Definisi Apendisitis

Apendisitis merupakan Apendisitis adalah peradangan akibat infeksipada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalahsekum (caecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehinggamemerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yangumumnya berbahaya (Nurarif dan Kusuma, 2015).inflamasi akut pada apendisitis verniformis dan merupakan penyebabpaling umum untuk bedah abdomen darurat. (Brunner & Suddarth, 2014).Apabila terjadi proses peradangan yang timbul secara mendadak pada daerahapendiks maka disebut dengan apendisitis akut (Permenkes, 2014). Apendisitis akut merupakan masalah kegawatdaruratan abdominal yangpaling umum terjadi (Humes, 2016).

Peradangan apendisitis yang mengenaisemua lapisan dinding organ, dimana patogenis utamanya diduga karenaobstruksi pada lumen yang disebabkan oleh fekalit (feses keras yang terutamadisebabkan oleh serat) (Wim de Jong et al, 2015).Apendisitis bisa terjadi pada semua usia namun jarang terjadi pada usiadewasa akhir dan balita, kejadian Apendisitis ini meningkat pada usia remajadan dewasa. Usia 20 – 30 Tahun bisa dikategorikan sebagai usia produktif,dimana orang yang berada pada usia tersebut melakukan banyak sekalikegiatan. Hal ini menyebabkan orang tersebut mengabaikan nutrisi makananyang dikonsumsinya. Akibatnya terjadi kesulitan buang air besar yang akan menyebabkan peningkatan tekanan pada rongga usus dan pada akhirnyamenyebabkan sumbatan pada saluran apendisitis (Adhar, Lusia & Andi,2018).

Kebiasaan pola makan yang kurang dalam mengkonsumsi serat yangberakibat timbulnya sumbatan fungsional apendisitis dan meninggkatkankuman, sehingga terjadi peradangan pada apendisitis (Adhar,Lusia & Andi, 2018).Apendisitis merupakan penyebab yang paling umum dari inflamasi akut kuadran kanan bawah abdomen dan penyebab yang paling umum daripembedahan abdomen darurat. Pria lebih banyak terkena daripada wanita,remaja lebih banyak dari orang dewasa; insiden tertinggi adalah mereka yangberusia 10 sampai 30 tahun (Baughman dan Hackley, 2016). Apendisitis yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan beberapa komplikasi sepertiperforasi atau sepsis, bahkan dapat menyebabkan kematian. Apendisitis akutmerupakan kasus abdomen akut paling sering yang membutuhkanpembedahan darurat (Craig, 2017; Shogilev et al., 2014).

b. Anatomi Fisiologi

gambar anatomi apendiks

Apendisitis merupkan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Apendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendisitis yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.Pada bayi apendisitis berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit ke arah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya 12 insidens apendisitis pada usia tersebut. Apendisitis memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu di persambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi apendisitis. Gejala klinik apendisitis ditentukan oleh letak apendisitis.

Posisi apendisitis adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal(di belakang usus halus) 0,4%. Apendisitis menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendisitis tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah imunoglobulin A (Ig-A).

Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.

c. Etiologi

Obstruksi atau penyumbatan pada lumen apendiks menyebabkan radang apendiks. Lendir kembali dalam lumen apendiks menyebabkan bakteri yang biasanya hidup di dalam apendiks bertambah banyak. Akibatnya apendiks membengkak dan menjadi terinfeksi. Sumber penyumbatan meliputi (NIH & NIDDK, 2012) :

a. Fecalith (Massa feses yang keras)

b. Benda asing (Biji-bijian)

c. Tumor apendiks

d. Pelekukan/terpuntirnya apendiks

e. Hiperplasia dari folikel limfoid

Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit Entamoeba histolytica (Warsinggih, 2016).

d. Tanda dan gejala

Menurut Baughman dan Hackley (2016), manifestasi klinis apendisitis meliputi:

1. Nyeri kuadran bawah biasanya disertai dengan demam derajatrendah, mual dan seringkali muntah.

2. Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan spina anterior dari ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot rektus kanan.

3. Nyeri alih mungkin saja ada, letak apendiks mengakibatkansejumlah nyeri tekan, spasm otot, dan konstipasi atau diarekambuhan.

4. Tanda rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kananbawah, yang menyebabkan nyeri pada kuadran kiri bawah).

5. Jika terjadi rupture apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih melebar; terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.

e. Klasifikasi

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), apendisitis diklasifikasikanmenjadi 3 yaitu :

1. Apendisitis Akut

Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria. Dan faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu hyperplasia jaringan limf, fikalit (tinja/batu), tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosaapendiks karena parasite (E. histolytica).

2. Apendisitis Rekurens

Apendisitis rekures yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan yang apendiksitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.

3. Apendisitis Kronis

Apendiditis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik), dan keluhan menghilang setelah apendiktomi

f. Patofisiologi (Pathway Apendisitis)

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folokel limfoid, fekalit, benda asing, striktutur karenafibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebutmenyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dindingapendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatantekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambataliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi

mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Apabila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbulmeluas dan mengenai peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuraktifakut. Apabila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dindingapendiks yang diikuti dengan gengren. Stadium disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal

yang disebut infiltrat apendikularis. Oleh karena itu tindakan yang paling tepat adalah apendiktomi, jika tidak dilakukan tindakan segera  mungkin maka peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang (Mansjoer, 2012). Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipatatau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) ataubenda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal,menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen

(Munir, 2011). Situasi tersebut diatas dapat dan kurangnya pengetahuan persepsi pasien tentang penyakit apendisitis mengakibatkan masalah keperawatan kecemasan. Kecemasan menjadi suatu beban berat yangmenyebabkan individu hidupnya tersebut terbayang – bayang cemas berkepanjangan. Pasien yang mengalami cedera atau menderita penyakit kritis, seringkali mengalami kesulitan mengontrol lingkungan dan perawatan diri dapat menimbulkan tingkat kecemasan. Kecemasan timbul sebagai respons fisiologi maupun psikologi artinya kecemasan terjadi ketikaseseorang terancam baik secara fisik maupun psikologi (Lubis, 2016).

g. Pemeriksaan penunjang

Menurut Nuraruf dan Kusuma (2015), pemeriksaan penunjang apendisitis meliputi :

a. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).

2) Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasanyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasanyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.

3) Dengan tindakan tungkai bawah kanan dan paha diteku kuat/tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (proas sign).

4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.

5) Suhu dubur yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.

6) Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji psoas akan positif dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol.

b. Pemeriksaan Laboratorium

Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga 10.000-18.000/mm3. Jika peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan apendisitis sudah mengalami perforasi (pecah).

c. Pemeriksaan Radiologi

1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit

2) Ultrasonografi (USG)

3) CT Scan

4) Kausu kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan apendikogram

h. Tindakan umum yang dilakukan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi (Oswari, 2000) :

a. Terapi Konservatif

Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.

b. Operasi

Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang apendiks. Pembedahan untuk mengangkat apendiks disebut operasi appendectomy. Seorang ahli bedah melakukan operasi menggunakan salah satu metode berikut :

1) Laparatomi

Tindakan laparatomi apendiktomi merupakan tindakan konvensional dengan membuka dinding abdomen. Tindakan ini juga digunakan untuk melihat apakah ada komplikasi pada jaringan apendiks maupun di sekitar apendiks. Tindakan laparatomi dilakukan dengan membuang apendiks yang terinfeksi melalui suatu insisi di regio kananbawah perut dengan lebar insisi sekitar 3 hingga 5 inci. Setelah menemukan apendiks yang terinfeksi, apendiks dipotong dan dikeluarkan dari perut. Tidak ada standar insisi pada operasi laparatomi apendiktomi. Hal ini disebabkan karena apendiks merupakan bagian yang bergerak dan dapat ditemukan diberbagai area pada kuadran kanan bawah. Ahli bedah harus menentukan lokasi apendiks dengan menggunakan beberapa penilaian fisik agar dapat menentukan lokasi insisi yang ideal. Ahli bedah merekomendasikan pembatasan aktivitas fisik selama 10 hingga 14 hari pertama setelah laparotomi. Sayatan pada bedah laparatomi menimbulkan luka yang berukuran besar dan dalam, sehingga membutuhkan waktu penyembuhan yang lama dan perawatan berkelanjutan. Pasien akan dilakukan pemantauan selama di rumah sakit dan mengharuskan pasien mendapat pelayanan rawat inap selama beberapa hari (Smeltzer & Bare, 2013).

2) Laparascopi

Laparaskopi apendiktomi merupakan tindakan bedah invasive minimal yang paling banyak digunakan pada kasus appendicitis akut. Tindakan apendiktomi dengan menggunakan laparaskopi dapat mengurangi ketidaknyamanan pasien jika menggunakan metode open apendiktomi dan pasien dapat menjalankan aktifitas paska operasi dengan lebih efektif (Hadibroto, 2007).

a) Indikasi

Laparoskopi sering dilakukan pada pasien dengan acute abdominal pain yang diagnosisnya belum bisa ditegakkan dengan pemeriksaan radiologi atau laboratorium, karena dengan laparoskopi bisa dilakukan visualisasi dari seluruh rongga abdomen, penentuan lokasi patologi dalam abdomen, pengambilan cairan peritoneal untuk kultur, dan irigasi rongga peritoneal untuk mengurangi kontaminasi. Laparoskopi diagnostik sangat bermanfaat dalam mengevaluasi pasien trauma dengan hemodinamik stabil, dimana laparoskopi mampu memberikan diagnosis yang akurat dari cidera intra-abdominal, sehingga mengurangi pelaksanaan laparotomi dan komplikasinya (Hadibroto, 2007).

b) proses laparaskopi

Laparaskopi apendiktomi tidak perlu lagi membedah rongga perut pasien. Metode ini cukup dengan memasukan laparascope (perangkat kabel fiber optic) pada pipa kecil (yang disebut trokar) yang dipasang melalui umbilicus dan dipantau melalui layar monitor. Abdomen akan dinsuflasi atau dikembungkan dengan gas CO2 melalui jarum Verres terlebih dahulu untuk mengelevasi dinding abdomen diatas organ-organ internal, sehingga membuat ruang untuk inspeksi dan bekerja, prosedur ini dikenal sebagai pneumoperitoneum. Biasanya tempat insersi trokar kedua pada kuadran bawah diatas pubis. Selanjutnya dua trokar akan melakukan tindakan pemotongan apendiks. Tindakan dimulai dengan observasi untuk mengkonfirmasi bahwa pasien terkena apendisitis akut tanpa komplikasi. Pemisahan apendiks dengan jaringan mesoapendiks apabila terjadi adhesi. Kemudian apendiks dipasangkan dipotong dan dikeluarkan dengan menggunakan forsep bipolar yang dimasukan melalui trokar. Hasilnya pasien akan mendapatkan luka operasi yang minimal dan waktu pemulihan serta waktu perawatan di rumah sakit akan menjadi lebih singkat (Hayden & Cowman, 2011).

c) Perawatan pasca laparoskopi

Kebanyakan pasien dirawat selama 1 hari setelah operasi. Jika timbul komplikasi, maka diperlukan perawatan yang lebih lama. Penggunaan analgesik baik intramuskuler maupun intravena saat di ruang pemulihan akan mengurangi nyeri pasca operasi. Insiden mual muntah pasca operasi laparoskopi dilaporkan cukup tinggi yaitu 42%. Mual muntah pasca operasi setelah prosedur laparoskopi dipengaruhi oleh gas yang digunakan untuk insuflasi dan menyebabkan penekanan pada nervus vagus yang memiliki hubungan dengan pusat muntah di medulla oblongata. Selain itu, penyebab lain seperti teknik anestesi, jenis kelamin, nyeri, perawatan pasca operatif dan data demografik pasien yang berhubungan dengan pengaruh terjadinya emesis. Untuk menurunkan mual muntah pasca operasi dapat dengan pemberian ranitidin, omeprazole atau ondansentron (Gerry & Herry, 2003).

d)           Komplikasi

•            Emboli gas

•            Trauma pembuluh darah retroperitoneal

•            Trauma pembuluh darah pada dinding abdomen

•            Trauma usus

•            Trauma urologi

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN APENDISITIS

a. Pengkajian keperawatan

Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian perlu dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang diagnosa. Data tersebut harus seakurat akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap berikutnya, meliputi nama pasien,umur, keluhan utama. 

I.            PENGKAJIAN 13 DOMAIN NANDA

1.           Health Promotion

a.           Kesehatan Umum

Biasanya klien waktu mau dirawat kerumah sakit denga keluhan sakit perut di kuadran kanan bawah, biasanya disertai muntah dan BAB yang sedikit atau tidak sama sekali, kadang –kadang mengalami diare dan juga konstipasi.

b.           Riwayat Masa lalu

Biasanya klien memiliki kebiasaan memakan makanan rendah serat, juga bisa memakan yang pedas-pedas.

c.           Riwayat Perjalanan Penyakit saat ini

Biasanya keluhan yang terasa pada klien yaitu pada saat post op operasi, merasakan nyeri pada insisi pembedahan, juga bisanya tersa letih dan tidak bisa beraktivitas atau imobilisasisendiri.

d.           Riwayat Pengobatan

Apakah ada riwayat pengobatan sebelumnya ataupun alergi obat. 

e.           Kemampuan mengontrol Kesehatan

Menggambarkan perilaku dalam mengatasi masalah kesehatan

f.            Faktor sosial ekonomi

Menggambarkan status pekerjaan, penghasilan, asuransi Kesehatan, dll

g.           Pengobatan sekarang

menggambarkan nama obat,takaran, frekuensi, takaran dosis, kandungan, dan manfaat

2.           NUTRITION

a.           Antropometri

Pemeriksaan yang dilakukan antara lain :

1.           berat badan sekarang dan berat badan sebelumnya

2.           Lingkar perut

3.           Lingkar kepala

4.           Lingkar dada

5.           Lingkar lengan atas

6.           IMT

b.           Biochemical

meliputi data laboratorium yang abnormal

c.           Clinical

meliputi tanda-tanda klinis rambut,turgor kulit, mukosa bibir, conjungtiva anemis/tidak

d.           Diet

Meliputi nafsu makan, jenis makanan dan frekuensi makan

e.           Energi

Meliputi kemampuan pasien dalam beraktifitas selama sakit

f.            Faktor penyebab masalah nutrisi

Meliputi penyebab masalah nutrisi : (kemampuan menelan, mengunyah, dll)

g.           Penilaian status gizi, bagaimana status gizi

h.           Pola asupan cairan, berapa banyak total cairan yang masuk perhari

i.            Cairan masuk, berapa jumlah input cairan perhari

j.            Cairan keluar, berapa jumlah output cairan perhari

k.           Bagaimana penilaian status cairan/ balance

l.            pemeriksaan abdomen meliputi :

•            inspeksi   : kaji bentuk abdomen, ada tidaknya lesi

•            palpasi     : kaji apakah ada nyeri tekan

•            perkusi     : kaji apakah terdengar bunyi thympani

•            auskultasi : kaji bunyi peristaltik usus

3.           ELIMINATION

a.           System urinary

1.           Pola pembuangan urine

Meliputi : frekuensi dan jumlah

2.           Adakah riwayat kelainan kandung kemih

3.           Pola urine

Meliputi : jumlah, warna , dan bau

4.           Adakah distensi kandung kemih/ retensi urine

b.           System gastrointestinal

1.           Pola eliminasi

Meliputi : frekuensi, warna dan bau

2.           Adakah konstipasi, dan faktor penyebab konstipasi

c.           System integumen

                 Meliputi : kaji integritas kulit,turgor, warna dan suhu

4.           AKTIVITY/REST

a.           Istirahat / tidur, meliputi :

1.           waktu tidur

2.           Adakah insomnia

3.           Adakah pertolongan untuk merangsang tidur

b.           Aktivitas

1.           Pekerjaan saat ini

2.           Adakah kebiasaan olagraga

c.           ADL meliputi :

1.           Apakah ada bantuan saat makan

2.           Apakah toileting dilakukan dengan bantuan

3.           Bagaimana kebersihan

4.           Bagaimana cara dalam berpakaian

d.           Adakah bantuan ADL

e.           Kaji kekuatan otot

f.            ROM

g.           Apakah ada resiko untuk cedera

h.           Cardio respons meliputi :

1.           Adakah riwayat penyakit jantung

2.           Adakah edema ekstremitas

3.           Periksa tekanan darah dan nadi saat berbaring dan duduk

4.           Pemeriksaan jantung meliputi :

•            Inspeksi : kaji apakah ada pembesaran vena ingularis

•            Palpasi : kaji apakah nadi teraba jelas dan frekuensi nadi

•            Perkusi : kaji batas-batas jantung

•            Auskultasi : kaji suara s1, s2 apakah ada suara tambahan

i.            Pulmanory Respons

1.           Adakah Penyakit sistem pernafasan

2.           Berapa banyak penggunaan oksigen

3.           Bagaimana kemampuan bernafas

4.           Apakah ada gangguan pernafasan

5.           Pemeriksaan paru-paru meliputi :

•            Inspeksi : kaji kesimetrisan, gerak nafas

•            Palpasi : kaji kesimetrisan taktil fremitus

•            Perkusi : kaji adanya suara paru (pekak,redup, sono, hipersonor, timpani)

5.           PERCEPTION/ COGNITION

a.           Orientasi / Kognisi yang dikaji meliputi :

1.           Tingkat Pendidikan

2.           Kurang pengetahuan terhadap penyakit

3.           Bagaimana pengetahuan tentang penyakit

4.           Orientasi ( waktu, tempat, orang )

b.           Sensasi / Persepsi

1.           Adakah riwayat penyakit jantung

2.           Apakah pernah sakit kepala

3.           Apakah ada penggunaan alat bantu

4.           Bagaimana penginderaan

c.           Communication

1.           Bahasa apa yang digunakan

2.           Adakah kesulitan dalam berkomunikasi

6.           SELF PERCEPTION

a.           self concept / self esteem meliputi :

1.           Bagaimana perasaan sehat / takut terhadap penyakit

2.           Bagaimana perasaan putus asa / kehilangan terhadap penyakit

3.           Adakah keinginan untuk menciderai

4.           Apakah adanya luka / cacat

7.           ROLE RELATIONSHIP

a.           Peranan hubungan yang dikaji meliputi :

1.           Status hubungan

2.           Siapakah orang terdekat

3.           Adakah perubahan konflik / peran

4.           Bagaimana perubahan gaya hidup

5.           Bagaimana interaksi dengan orang lain

8.           SEXUALITY

a.           Identitas seksual yang perlu dikaji meliputi :

1.           Bagaimana Masalah / disfungsi seksual

2.           Bagaimana periode menstruasi

3.           Metode KB apa yang digunakan

4.           Adakah Pemeriksaan sadari

5.           Adakah Pemeriksaan papsmear

9.           COPING / STRESS TOLERANCE

a.           Coping Respon meliputi :

1.           Apakah adanya rasa sedih / takut / cemas terhadap penyakit

2.           Bagaimana kemampuan untuk mengatasi sakitnya

3.           Bagaimana perilakunya yang menampakkan cemas

10.         LIFE PRINCIPLES

a.           Nilai kepercayaan meliputi :

1.           Adakah kegiatan keagamaan yang diikuti

2.           Bagaimana kemampuan untuk berpartisipasi

3.           Adakah kegiatan kebudayaan yang diikuti

4.           Bagaimana kemampuan menentukan masalah yang dihadapi

11.         SAFETY / PROTECTION

a.           Apakah ada riwayat alergi

b.           Apakah ada riwayat penyakit autoimun

c.           tanda infeksi : adakah hasil pemeriksan laboratorium yang abnormal

d.           gangguan termogulasi, adakah peningkatan suhu tubuh

e.           Gangguan / Resiko

Meliputi : komplikasi immobilisasi, jatuh, aspirasi, disfungsineurovaskuler peripheral, perdarahan, hipoglikemia, syndrome disuse, gaya hidup yang tetap.

12.         COMFORT

a.           Kaji Kenyamanan / nyeri meliputi :

1.           Provokes (yang menimbulkan nyeri)

2.           Quality (bagaimana kualitasnya)

3.           Regio (dimana letaknya)

4.           Skala (berapa skalanya)

5.           Time (waktu)

b.           Bagaiman rasa tidak nyaman lainnya

c.           Bagaimana Gejala yang menyertai

13.         GROWTH / DEVELOPMENT

a.           Pertumbuhan dan perkembangan

b.           DDST

c.           Terapi bermain

b. Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul

Diagnosis keperawatan adalah fase kedua proses keperawatan. Pada fase ini, perawat menggunakan ketrampilan berfikir kritis untuk menginterprestasikan data pengkajian dan mengidentifikasi kekuatan serta masalah klien. Diagnosis adalah langkah yang sangat penting dalam proses asuhan keperawatan. Semua aktivitas sebelum fase ini ditunjukkan untuk merumuskan diagnosis keperawatan; semua aktivitas perencanaan asuhan telah fase ini didasarkan pada diagnosis keperawatan. Diagnosis keperawatan yang muncul pada pasien adalah :

1.           Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna makanan.

2.           Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik (mis, Abses, amputasi, lukabakar, terpotong, mengangkat berat, trauma, prosedur pembedahan, olah raga berlebihah).

3.           Pelambatan pemulihan pasca-bedah berhubungan hambatan mobilitas

4.           Gangguan pola tidur berhubungan dengan Imobilisasi

5.           Risiko Infesksi b.d proses pembedahan

NoDiagnosis KeperawatanNOCNIC
1Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna makanan.Status Nutrisi
Kriteria hasil :
a)Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat
b)Berat  badan stabil dalam batas yang normal
Manajemen Nutrisi
Identifikasi status nutrisi
Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
Monitor asupan makananMonitor berat badan
Berikan makanan tinggi serat
Berikan makanan tinggi kalori dan protein
Berikan suplemen makanan
Ajarkan posisi duduk saat makan
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi dengan dokter untuk pengobatan penambah nafsu makan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet
2Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik (mis, Abses, amputasi, lukabakar, terpotong, mengangkat berat, trauma, prosedur pembedahan, olah raga berlebihah).Pain Level,
Pain control
Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri  
Manajemen Nyeri
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, durasi, kualitas, intensitas nyeri
Monitor skala nyeri
Berikan teknik nonfarmakologis : teknik nafas dalam
Edukasi tentang penyebab dan pemicu nyeri
Edukasi cara memonitor nyeri secara mandiri
Edukasi penggunan teknik nonfarmakologi
Kolaborasi pemberian analgetik  
3Risiko Infeksi b.d proses pembedahanTingkat Infeksi
Kriteria hasil :
Tidak ada demam
Tidak ada nyeri
Tidak ada bengkak
Kadar sel darah putih membaik
Pencegahan infeksi
Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Batasi jumlah pengunjung
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungannya
Pertahankan teknik aseptik
Edukasi tanda dan gejala infeksi
Edukasi cara mencuci tangan 6 langkah
Kolaborasi pemberian antibiotik
4Gangguan pola tidur berhubungan dengan Imobilisasicomfort level
rest : extent and pattern
sleep : extent ang pattern

kriteria hasil
jumlah jam tidur dalam batas normal pola tidur,
kualitas dalam batas normal
perasaan fresh sesudah tidur/istirahat mampu
mengidentifikasi halhal yang meningkatkan tidur  
Dukungan Tidur
identifikasi pola aktivitas dan tidur
identifikasi faktor penganggu tidur
modifikasi lingkungan (pencahayaan, kebisingan, suhu, tempat tidur)
fasilitasi menghilangkan stres seperi teknik distraksi menonton tv
edukasi pentingnya tidur cukup selama sakit
edukasi makanan/ minuman menganggu tidur
ajarkan relaksasi nonfarmakologi: terapi dzikir
kolaborasi dengan dokter terkait pengobatan
5Ansietas b.d Proses pembedahananxiety control

kriteria hasil:
menunjukan kriteria tehknik untuk mengontrol tehnik nafas dalam cemas postur tubuh pasien rileks dan akspresi
wajah tidak tegang mengungkapkan cemas berkurang  
Reduksi ansietas
monitor tanda-tanda ansietas
ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
dengatkan dengan penuh perhatian
gunakan pendekatan yang tenang yang meyakinkan
anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
latih teknik relaksasi: terapi dzikir
kolaborasi pemberian obat antiansietas  

Daftar Pustaka

Oswari, E. (2000). Bedah dan Perawatan. Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika.

Adhar, Lusia & Andi. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Lubis. (2016). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Nurarif dan Kusuma. (2015). Keperawatan Medical Bedah Volume 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C & Brenda G. Bare, 2014, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Maryunani. (2013). Kamus Perawat: Definisi Istilah dan Singkatan Kata-Kata dalam Keperawatan. Jakarta : CV. Trans Info Media.

Nursalam. (2016). Manajemen Keperawatan : Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional, Edisi 3.Jakarta, Selamba Medika.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *