Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial
Pengertian :
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Isolasi sosial adalah ketidakmampuan individu untuk membina hubungan yang erat, hangat dan terbuka dan saling bergantung dengan orang lain (SDKI,2016).
Proses Terjadinya Isolasi Sosial
Proses terjadinya Isolasi sosial menggunakan konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi:
a. Faktor predisposisi
1) Faktor Biologis
Adanya faktor keturunan yaitu ada anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa, adanya risiko bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma kepala (tumor otak, gangguan otak), riwayat penggunaan NAPZA. Juga ditemukan adanya kerusakan struktur dan fungsi otak.
1) Faktor Psikologis
Pasien dengan masalah isolasi sosial, seringkali mengalami kegagalan yang berulang dalam mencapai keinginan/harapan, hal ini mengakibatkan terganggunya konsep diri, yang pada akhirnya akan berdampak dalam membina hubungan dengan orang lain. Perilaku isolasi sosial timbul akibat adanya perasaan bersalah atau menyalahkan lingkungan, sehingga pasien merasa tidak pantas berada diantara orang lain dilingkungannya.
Kurangnya kemampuan komunikasi, dapat disebabkan karena pola asuh yang keluarga yang kurang memberikan kesempatan pada pasien untuk menyampaikan perasaan maupun pendapatnya. Kepribadian introvert (tertutup) merupakan tipe kepribadian yang sering dimiliki pasien dengan masalah isolasi sosial. Ciri-ciri pasien dengan kepribadian ini adalah menutup diri dari orang sekitarnya. Selain itu pembelajaran moral yang tidak adekuat dari keluarga merupakan faktor lain yang dapat menyebabkan pasien tidak mampu menyesuaikan perilakunya di masyarakat, akibatnya pasien merasa tersisih ataupun disisihkan dari lingkungannya.
Faktor psikologis lain yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangan yang akan mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan sehingga pasien lebih menyukai berdiam diri sendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain (Stuart & Laraia, 2005).
3) Faktor Sosial Budaya
Faktor predisposisi sosial budaya pada pasien dengan isolasi sosial, seringkali diakibatkan karena pasien berasal dari golongan sosial ekonomi rendah yang mengakibatkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan. Kondisi tersebut memicu timbulnya stres yang terus menerus, sehingga fokus pasien hanya pada pemenuhan kebutuhannya dan mengabaikan hubungan sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
Stuart & Laraia (2005) dan Townsend (2005) mengatakan bahwa faktor usia merupakan salah satu penyebab hal ini dikarenakan rendahnya kemampuan pasien dalam memecahkan masalah dan kurangnya kematangan pola berfikir. Selain itu Pasien umumnya memiliki riwayat penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak, sehingga tidak mampu menyelesaikan masalah tugas perkembangannya yaitu berhubungan dengan orang lain. Pengalaman tersebut menimbulkan rasa kurang percaya diri dalam memulai hubungan, akibat rasa takut terhadap penolakan dari lingkungan.
Tingkat pendidikan merupakan salah satu tolok ukur kemampuan pasien berinteraksi secara efektif. Karena faktor pendidikan sangat mempengaruhi kemampuan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pasien dengan masalah isolasi sosial biasanya memiliki riwayat kurang mampu melakukan interaksi dan menyelesaikan masalah, hal ini dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan pasien.
b. Faktor Presipitasi
Ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak. Faktor lainnya pengalaman kekerasan, penelantaran, pengabaian dalam keluarga. Penerapan aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien dan konflik antar masyarakat.
Selain itu pasien sering kali mengalami pengalaman negatif yang tidak menyenangkan terhadap gambaran dirinya, ketidakjelasan atau berlebihnya peran yang dimiliki serta mengalami krisis identitas. Pengalaman kegagalan yang berulang dalam mencapai harapan atau cita-cita, serta kurangnya penghargaan baik dari diri sendiri maupun lingkungan. Faktor-faktor diatas, menyebabkan gangguan dalam
berinteraksi sosial dengan orang lain, yang pada akhirnya menjadi masalah isolasi sosial.
Asuhan Keperawatan pada pasien Isolasi Sosial
- Pengkajian
Pengkajian pasien isolasi sosial dapat dilakukan melalui wawancara dan observasi kepada pasien dan keluarga. Teknik komunikasi yang digunakan menggunakan metode menawarkan diri, merefleksikan diri, memfokuskan diri, mengklarifikasi diri, menyatakan observasi. Contoh menawarkan diri : Pada saat pengkajian pasien mengatakan lebih suka menyendiri dan tidak mau bergaul. Perawat berkata “Saya akan menemani bapak selama 10 menit mungkin ada yang disampaikan kepada saya” - Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai dari ungkapan pasien yang menunjukkan penilaian negatif tentang hubungan sosial dan didukung dengan data hasil observasi.
Tanda dan Gejala (Mayor)
subjektif :
- Merasa ingin sendirian
- Merasa tidak aman di tempat umum
objektif :
- Menarik diri
- Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan
Tanda dan Gejala (Minor)
subjektif :
- Merasa berbeda dengan orang lain
- Merasa asyik dengan pikiran sendiri
- Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas
objektif :
- Afek datar
- Afek sedih
- Riwayat ditolak
- Menunjukan permusuhan
- Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
- Kondisi difabel
- Tindakan tidak berarti
- Tidak ada kontak mata
- Perkembangan terlambat
- Tidak bergairah/lesu
Tanda dan gejala isolasi sosial dapat dilakukan melalui wawancara:
a. Bagaimana perasaan Anda saat berinteraksi dengan orang lain?
b. Bagaimana perasaan Anda ketika berhubungan dengan orang lain? Apa yang Anda rasakan? Apakah Anda merasa nyaman?
c. Bagaimana penilaian Anda terhadap orang-orang di sekeliling Anda (keluarga atau tetangga)?
d. Apakah Anda mempunyai anggota keluarga atau teman terdekat? Bila punya siapa anggota keluarga dan teman dekatnya itu?
e. Adakah anggota keluarga atau teman yang tidak dekat dengan Anda? Bila punya siapa anggota keluarga dan teman yang tidak dekatnya itu?
f. Apa yang membuat Anda tidak dekat dengan orang tersebut?
- Diagnosis Keperawatan: Isolasi Sosial
Diagnosis keperawatan ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala mayor maupun minor pada kasus isolasi sosial. Pada pasien gangguan jiwa, diagnosis keperawatan yang ditegakkan adalah dari masalah utama dari beberapa masalah yang ada pada pasien.
Contoh kasus: Seorang perempuan usia 27 tahun dirawat di RSJ karena senang menyendiri, merasa tidak aman di tempat umum, tidak mau mandi, sering berbicara sendiri. Saat dilakukan pengkajian: menarik diri, tidak berminat/ menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan, banyak diam, tidak mau bicara, senang menyendiri.
Pada kasus tersebut terdapat beberapa masalah keperawatan yaitu isolasi sosial, defisit perawatan diri, halusinasi. Dari beberapa masalah keperawatan tersebut tanda dan gejala yang paling dominan adalah tanda dan gejala pasien isolasi sosial, berarti masalah utama pada contoh kasus tersebut adalah isolasi sosial.
- Tindakan Keperawatan Isolasi Sosial
Berikut ini akan diuraikan tujuan dan tindakan keperawatan pada isolasi sosial.
Tujuan : Pasien mampu:
a. Membina hubungan saling percaya
b. Menyadari isolasi sosial yang dialaminya
c. Berinteraksi secara bertahap dengan anggota keluarga dan lingkungan sekitarnya
d. Berkomunikasi saat melakukan kegiatan rumah tangga dan kegiatan sosial
Tindakan Keperawatan :
a. Membina hubungan saling percaya dengan cara:
b. Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial
1) Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain
2) Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain
3) Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka
4) Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain
5) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien
c. Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
1) Jelaskan kepada pasien cara berinteraksi dengan orang lain
2) Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain
3) Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di hadapan Perawat
4) Bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman/anggota keluarga
5) Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya
6) Beripujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien
7) Latih pasien bercakap-cakap dengan anggota keluarga saat melakukan kegiatan harian dan kegiatan rumah tangga
8) Latih pasien bercakap-cakap saat melakukan kegiatan sosial misalnya : berbelanja, ke warung, kantor pos, bank dan lain-lain
9) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya. - Evaluasi
a. Evaluasi kemampuan pasien isolasi sosial berhasil apabila pasien dapat:
1) Menjelaskan kebiasaan keluarga berinteraksi dengan pasien.
2) Menjelaskan penyebab pasien tidak mau berinteraksi dengan orang lain.
3) Menyebutkan keuntungan bergaul dengan orang lain.
4) Menyebutkan kerugian tidak bergaul dengan orang lain.
5) Memperagakan cara berkenalan dengan orang lain, dengan perawat, keluarga, tetangga.
6) Berkomunikasi dengan keluarga saat melakukan kegiatan sehari-hari
7) Berkomunikasi saat melakukan kegiatan sosial
8) Menyampaikan perasaan setelah interaksi dengan orang tua.
9) Mempunyai jadwal bercakap-cakap dengan orang lain.
10) Merasakan manfaat latihan berinteraksi dalam mengatasi isolasi sosial
REFERENSI
Nurhalimah (2018) Modul Ajar Konsep Keperawatan Jiwa. Jakarta. AIPVIKI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI
Potter, P.A. & Perry, A. (2017/2011). Keperawatan Fundamental Vol 3. Ed. 7. (Terjemah Ennie Novieastari). Singapore: Elsivier Mosby