Sinopsis Si Anak Pemberani Atau Eliana Karya Tere Liye

Judul Buku         : SI ANAK PEMBERANI
Penulis                : Tere Liye
Penerbit              : Republika Penerbit
Tahun Terbit      : Cetakan 1, Desember 2018
Jumlah Halaman : 420 halaman

“Aku, Eliana si anak pemberani, anak sulung Bapak dan Mamak yang akan menjadi pembela kebenaran dan keadilan. Berdiri paling gagah, paling depan.” Buku ini tentang Eliana, si anak pemberani yang membela tanah, sungai, hutan, dan lembah kampungnya. Saat kerakusan dunia datang, Eliana bersama teman karibnya bahu-membahu melakukan perlawanan. Dari puluhan buku Tere Liye, serial buku ini adalah mahkotanya.

Kini Tak Seperti Dulu Lagi

Namun itu terjadi sebelum kerusakan tanah, air, dan udara melanda Indonesia. Setelah orang-orang tamak itu datang ke pelosok pedalaman negeri, hutan-hutan berubah menjadi lahan berdebu, terganti oleh tumbuhan yang mereka sebut kelapa sawit. Orang-orang besar dari kota itu juga menggali tanah mencari bongkahan bahan tambang yang kemudian disebut batu bara. Mereka menambang pasir-pasir di kali-kali jernih, menyebabkan airnya menjadi  keruh dan memulangkan nelayan dengan muka masam karena tak dapat ikan. Dengan dalih pembukaan lahan baru, para pemilik HPH (Hak Pengelolaan Hutan) menebang hutan-hutan tanpa kendali. Mereka bakar hutan itu sehingga menyebabkan polusi udara sampai ke negara jiran.

Semua rata terjadi di mana-mana, di pelosok negeri. Tak terkecuali di latar cerita Si Anak Pemberani ini, yakni Sumatera Timur, di celah Pegunungan Bukit Barisan bagian Jambi. Buku ini merupakan himpunan berseri yang mengisahkan perjuangan anak-anak pedalaman Kampung Melayu. Terdiri dari 5 jilid, dan ini adalah kisah Eliana, seorang anak tertua dari putra Mamak dan Pak Syahdan. Saudara-saudaranya, yaitu Pukat, Burlian, Ameliya telah diceritakan dalam buku tersendiri.

Perjuangan Si Anak Pemberani

Si Anak Pemberani mengisahkan seorang gadis kecil pemberani yang berambut sedikit ikal. Ketika anak-anak yang seumuran dengannya sibuk bermain, Eliana sebaliknya. Dia sibuk memikirkan bagaimana cara menyelamatkan hutan, air, dan lahan di desanya yang terancam rusak karena kehadiran orang-orang kota tak bertanggung jawab. Eliana bersama tiga temannya yang disebut ‘empat buntal’ mahu-membahu menghentikan orang-orang pemilik HPH dan menghentikan para penggali pasir liar di dekat sungai di desanya.

Betapa beraninya Eliana yang waktu itu masih duduk di bangku SD kelas 6, sudah melawan orang-orang berduit dari kota yang mengeksploitasi tanah, air, dan hutan di kampungnya. Dia bahkan berucap dengan tegas, ‘’Kalian yang hina! kalian merusak seluruh hutan, sungai, dan gunung kami! Rakus!’’ (hlm. 16).

Tekad Eliana dan tiga temannya semakin membara untuk memperjuangkan nasib tanah, air, udara, dan hutan. Melihat warga dan para penangkap ikan yang pulang bermuka murung akibat sedikitnya tangkapan ikan karena air yang berubah warna menjadi keruh dari hasil penggalian pasir. Eliana akhirnya menyususn rencana untuk menghentikan tambang pasir.

Perjuangannya berhasil menghentikan ketamakan hidup orang kota. Rupanya, dia semakin sadar bahwasanya menegakkan keadilan tak gampang. Perlu perjuangan melelahkan dan usaha yang maksimal. Orang kota itu adalah orang berduit. Dengan gampangnya mereka menggunakan kekuatan uang untuk menyogok sana sini guna melanggengkan usaha kotor mereka memberangus keasrian alam Bukit Barisan. Kekuatan uang besar mereka memang menjadi momok menakutkan untuk mewujudkan nilai-nilai keadilan agar rakyat kecil di kampungnya tak terusir menjadi orang-orang gelandangan.

Eliana berhasil mengusir orang-orang kota itu. Keberhasilan tersebut menumbuhkan tekad lain dalam dirinya berkaitan dengan upaya perlindungan masyarakat dan lingkungannya. Dia bertekad menjadi penegak keadilan atau ingin menjadi pengacara yang andal. Akhirnya, cita-citanya berhasil ia raih. Ia semakin kukuh berdiri di depan masyarakat kampung Bukit Barisan menghadang orang-orang yang mencoba menghancurkan hutan-hutan, tanah, air, dan sumber daya mineral lainnya (hlm. 298)

Buku ini tak hanya menceritakan Eliana yang pemberani, tapi juga Eliana yang membanggakan keluarganya karena sikapnya yang lemah lembut. Dia tak pernah menjadi gadis manja, yang dia tahu hanya bagaimana cara bersikap di depan orang tuanya dengan baik atau berakhlak mulia. Rupanya, sikap itu ia sadari sebab menjadi anak tertua dari keluarga Pak Syahdan. Adiknya-adiknya, yaitu Pukat, Burlian, dan Ameliya harus tertular suatu sikap yang tidak manja, sikap tegas, tanpa penakut, rajin belajar, dan berakhlak mulia agar kelak berguna kepada bangsa, negara dan agamanya.

Pembelaan Eliana terhadap lingkungan alam sudah jelas. Dia tak ingin masyarakat di sekitarnya terkena imbas kerusakan alam akibat penambangan besar-besaran yang dilakukan orang-orang besar berduit itu. Harapannya hanya satu, yakni tetap utuhnya sumber daya alam Bukit Barisan sehingga tetap menjadi tumpuan kehidupan orang-orang suku adat di sepanjang pegunungan terpanjang di Indonesia tersebut. Dengan terselamatkannya lingkungan alam, maka Indonesia tetap menjadi paru-paru dunia dan menjadi penyelamat dunia dari fenomena global warming.

Dari buku-buku karya Tere Liye yang lain, serial buku Anak Nusantara/Anak Bukit Barisan ini adalah mahkotanya. Pembaca akan menemukan jati dirinya setelah membaca serial buku ini. Pembaca bisa menyadari betapa pentingnya menjaga dan merawat lingkungan alam. Sebab setiap kerusakan alam yang terjadi tidak lain karena ulah tangan kita juga. Diam-diam, buku ini menjadi motivator tersendiri bagi pembaca, sebab alur cerita yang Tere Liye garap dan terdedahkan memang menakjubkan.

Jangan lewatkan ketika tangis Eliana pecah saat sahabatnya anggota ‘empat buntal’ yang selalu bareng dengannya meninggal dunia karena perlakuan jahat orang-orang kota dengan menembak dan menggebukinya saat sedang berusaha menghalangi tambang pasir pembawa bencana. Boleh dibilang, buku ini perpaduan antara nilai-nilai perjuangan dan air mata. Berisi motivasi hidup yang menyayat jiwa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *